Selasa, 24 September 2013

Unknown

PENDAFTARAN SEMINAR

Tema : "Penggunaan Dalam Tata Kelola Pendapatan Hulu Migas Sebagai Aset Negara Untuk Menciptakan Kesejahteraan Rakyat"


Pemateri :

1. Dr.Atang Irawan S.H.M.Hum
2. Ellan Subianto (Pihak SKK Migas)


Hari/Tgl : Jumat, 27 September 2013
Waktu : 13.00 WIB - Selesai
Tempat : AULA SURADIREDJA (UNIVERSITAS PASUNDAN)
Reward : Snack & Sertifikat


Ket : "Untuk Mahasiswa FH UNPAS & UMUM
BIDANG III Eksternal BEM FH UNPAS"


CP:
Rifqi A.P (085794838912)
Rania (085317263705)

Sabtu, 21 September 2013

MAHASISWA dan PERUBAHAN SOSIAL

Unknown


MAHASISWA dan PERUBAHAN SOSIAL

Pendahuluan

Belajar adalah kewajiban setiap insan yang ada di muka bumi ini. Terserah ia itu pelajar, mahasiswa, atau siapapun itu, semua wajib untuk belajar. Sesuai dengan ayat yang pertama kali diturunkan di muka bumi ini (Al Alaq : 1-5). Lafadz Iqra jangan hanya kita pahami secara etimologis saja (baca), tapi juga harus kita pahami secara terminologis bahasanya juga. Bahwa pada saat membaca kita juga harus memahami, untuk kemudian melaksanakan apa yang telah dipelajari. Aspek kognitif (dengan rasionalisasi), afektif (berdasarkan norma/hati), dan aplikatif (tindakan yang didasari dengan rasionalisasi dan norma). Belajar tidak terpaku pada bangku sekolah saja, kapanpun-dimanapun kita harus terus belajar. Apapun wajib untuk kita pelajari, tidak terpaku pada satu disiplin ilmu saja. Tapi tidak lupa, bahwa apapun yang kita pelajari harus didasarkan pada iman Islam kita. Sehingga akan terciptanya Insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam.

Mahasiswa dipandang sebagai golongan dalam masyarakat yang memiliki kelebihan dalam bidang keilmuan (terpelajar) - Alhamdulillah diberi kesempatan untuk menjadi mahasiswa - merupakan elemen yang terbebas dari konspirasi-konspirasi tertentu, artinya bahwa mahasiswa adalah suatu kelompok otonom yang masih murni dan memiliki idealisme yang kokoh. Ketika mahasiswa bergerak untuk melakukan pressure terhadap institusi kepentingan yang lain atas nama kaum mustadh’afin.

Dalam perjalanan sejarah Indonesia, mahasiswa selalu ambil bagian. Kaum intelektual ini tidak pernah melepaskan perhatiannya terhadap Republik ini. Jika dikatakan ada 3 tahap dalam sejarah perjuangan bangsa ini (prakemerdekaan, proklamasi, paskaproklamasi), maka mahasiswapun selalu ikut. Pertama pada masa prakemerdekaan, ketika teman-teman mahasiswa mendesak Soekarno & Hatta untuk segera melakukan proklamasi.   
Pada masa paskaproklamasi, mahasiswa dan kaum muda lainnya juga masih terus memperjuangkan hak-hak kaum mustadh’afin. Beberapa peristiwa besar yang melibatkan mahasiswa antara lain periode 1966, 1974, 1978, 1998, dan 2001.
Mahasiswa mempunyai kewajiban untuk mencerdaskan ummat bagaimanapun caranya itu. Salah jika ada yang mengatakan bahwa tugas mahasiswa adalah hanya untuk belajar, karena belajar bukan kewajiban mahasiswa, belajar adalah kewajiban setiap individu. Ada beberapa tugas utama mahasiswa, yaitu sebagai agent social of change, dan sebagai agent social of control.

Pengertian

Banyak sekali pengertian mahasiswa, hal itu muncul karena berbagai hal. Berikut adalah beberapa pengertian mahasiswa :

  1. Kelompok sosial yang memiliki kelebihan dibidang akademik dibandingkan kelompok sosial lain.
  2. Seseorang yang telah terdaftar di suatu perguruan tinggi dengan tujuan menuntut ilmu.
  3. Pressure Group yang bias mempengaruhi segala kebijakan Negara.
  4. Kaum intelektual.
  5. Agent of change.
  6. Kaum muda yang memiliki energi untuk keluar dari tekanan yang dianggap menghambat idealismenya.

Sebenarnya masih banyak lagi pengertian dari mahasiswa, namun semua itu kembali kepada tiap-tiap individu. Dengan melihat sejarah pergerakan mahasiswa itu sendiri seharusnya kita sudah mampu mengambil kesimpulan mahasiswa itu sendiri. Kita harus dapat mendefinisikan ulang pengertian mahasiswa, posisi mahasiswa, dan peran mahasiswa. Hal ini penting, karena teman-teman yang menjadi mahasiswa harus menjadi mahasiswa yang sebenarnya. Bukan mahasiswa yang hanya dating, duduk, diam tanpa bisa kritis terhadap realitas yang ada di kehidupan sekitarnya.

Peran dan Fu

Mahasiswa adalah sumber dari perubahan sosial suatu bangsa (agent social of change). Sebagai kelompok elit dalam masyarakat, mahasiswa pada hakikatnya memberi arti bahwa ia memikul tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan fungsi generasinya, sebagai kaum muda terdidik harus sadar akan kebaikan dan kebahagian masyarakat hari ini dan masa depan. Karena itu dengan sifat dan wataknya yang kritis itu mahasiswa dan masyarakat berperan sebagai “ kekuatan moral “ (Moral Force) yang senantiasa melaksanakan fungsi “ Sosial Control “. Untuk itulah maka kelompok mahasiswa harus merupakan kelompok yang bebas dari kepentingan apapun kecuali kepentingan kebenaran dan objektifitas demi kebaikan masyarakat hari ini dan masa depan.

Banyak cara yang dapat dilakukan mahasiswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Selain belajar materi-materi formal di bangku perkuliahan, mahasiswa juga “HARUS ”belajar banyak hal di eksternal. Contoh konkritnya adalah dengan ikut bergabung belajar di organisasi-organisasi yang ada (baik organisasi eksternal maupun internal). Ilmu yang didapat dari bangku kuliah akan menjadi sia-sia jika tidak diimbangi dengan ilmu yang didapat dari organisasi. Survey yang pernah dilakukan oleh beberapa pihak memberi bukti bahwa orang yang sukses di dunia kerja, berarti ia sukses menggabungkan antara ilmu yang didapat dari bangku kuliah dengan ilmu yang didapat dari organisasi.

Seberapa pentingkah ikut organisasi itu ? Itu pasti pertanyaan yang sering muncul. Mengikuti organisasi adalah hal yang wajib, karena kita akan mendapatkan hal-hal baru dan menarik yang mencerdaskan kita. Wawasan kita akan diperluas, cara pandang kita menjadi tidak sempit, menambah teman dan relasi, dinamika yang kita dapatkan pun akan lebih menarik. Ilmu yang kita dapatkan nantinya-baik itu dari bangku kuliah atau organisasi-akan kita aplikasikan ke dalam kehidupan bermasyarakat. 

Mahasiswa setelah sarjana adalah unsur yang paling sadar dalam masyarakat. Jadi fungsi lain yang harus diperankan mahasiswa adalah sifat kepeloporan dalam bentuk dan proses perubahan masyarakat. Karenanya kelompok mahasiswa berfungsi sebagai duta-duta pembaharuan masyarakat ( agent of change ). Kelompok mahasiswa dengan sikap dan watak tersebut diatas adalah merupakan kelompok elit dalam totalitas generasi muda yang harus mempersiapkan diri untuk menerima estafet pimpinan bangsa dari generasi sebelumnya pada saat yang akan datang. Oleh karena itu mahasiswa harus senantiasa memiliki watak yang progresif, dinamis dan tidak statis. Mereka bukan kelompok tradisionalis akan tetapi sebagai “ duta-duta pembaharu “ dalam artian harus meng hendaki perubahan yang terus-menerus kearah kemajuan yang dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran. Oleh sebab itu mereka selalu mencari kebenaran, dan kebenaran itu senantiasa menyatakan dirinya serta dikemukakan melalui pembuktian dialam semesta dan dalam sejarah umat manusia. Karenanya untuk menemukan kebenaran demi mereka yang beradab bagi kesejahteraan umat manusia maka mahasiswa harus memiliki ilmu pengetahuan yang dilandasi oleh nilai kebenaran dan berorientasi pada masa depan dengan bertolak dari kebenaran Ilahi. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat maka setiap mahasiswa harus mampu melakukan fungsionalisasi ajaran Islam.

Berdasarkan latar belakang sejarah, kita bisa menyadari bagaimana kondisi sosiologis gerakan pemuda dan mahasiswa pada masa Orde Baru sebelum tahun 80-an. Sebagian besar aktifis tahun '66 pada masanya tidak pernah bersentuhan dengan literatur-literatur kiri (kecuali untuk Soe Hok Gie, pada masa SMP bahan-bahan bacaannya mencerminkan kejujuran/demokrasi intelektual, juga Ahmad Wahib). Dan dalam tindakan politiknya mereka tidak memiliki pengalaman mengorganisir atau bergulat dengan rakyat bawah (grassroot); tindakan politiknya elitis serta pragmatis. Dengan begitu tidak mengejutkan bila, pada masa-masa Orde Baru, mereka terbius oleh mitos bahwa bangsa Indonesia sedang dalam proses pembangunan ekonomi dan politik. Apalagi pada waktu itu masih didukung oleh booming minyak. Sebagian dari mereka masuk kedalam struktur kelembagaan negara, sebagian menjadi pengusaha, sebagian kecil saja dari mereka masuk ke struktur kelembagaan yang secara sosiologis dapat menumbuhkan kembali idealismenya

Ciri- ciri mahasiswa:

  1. Berfikir rasional,objektif dan kritis
  2. Progresif dan dinamis
  3. Bebas terbuka dan merdeka
  4. Keberpihakan kepada masyarakat
  5. Berpengetahuan luas
  6. Fungsionalisasi ajaran islam

Alat untuk mencapai perjuangan :

  1. Petisi
  2. Unjuk rasa
  3. Boikot/Pemogokan

Nilai yang ada dalam organisasi mahasiswa :

  1. Pemahaman terhadap masyarakat dan problem-problem rakyat
  2. Keberpihakan kepada rakyat
  3. Pengolahan massa

* Penulis adalah Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Statistika UNISBA Periode 2004-2005 dan KABID PTKP HMI Komisariat MIPA UNISBA



Pergerakan Mahasiswa Indonesia : Tinjauan Historis

Gerakan mahasiswa seakan tak pernah absen dalam menanggapi setiap upaya depolitisasi yang dilakukan penguasa. Terlebih lagi, ketika maraknya praktek-praktek ketidakadilan, ketimpangan, pembodohan, dan penindasan terhadap rakyat atas hak-hak yang dimiliki tengah terancam. Kehadiran gerakan mahasiswa --- sebagai perpanjangan aspirasi rakyat ---- dalam situasi yang demikian itu memang amat dibutuhkan sebagai upaya pemberdayaan kesadaran politik rakyat dan advokasi atas konflik-konflik yang terjadi vis a vis penguasa. Secara umum, advokasi yang dilakukan lebih ditujukan pada upaya penguatan posisi tawar rakyat maupun tuntutan-tuntutan atas konflik yang terjadi menjadi lebih signifikan. Dalam memainkan peran yang demikian itu, motivasi gerakan mahasiswa lebih banyak mengacu pada panggilan nurani atas keperduliannya yang mendalam terhadap lingkungannya serta agar dapat berbuat lebih banyak lagi bagi perbaikan kualitas hidup bangsanya.

Dengan demikian, segala ragam bentuk perlawanan yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa lebih merupakan dalam kerangka melakukan koreksi atau kontrol atas perilaku-perilaku politik penguasa yang dirasakan telah mengalami distorsi dan jauh dari komitmen awalnya dalam melakukan serangkaian perbaikan bagi kesejahteraan hidup rakyatnya. Oleh sebab itu, peranannya menjadi begitu penting dan berarti tatkala berada di tengah masyarakat. Saking begitu berartinya, sejarah perjalanan sebuah bangsa pada kebanyakkan negara di dunia telah mencatat bahwa perubahan sosial (social change) yang terjadi hampir sebagian besar dipicu dan dipelopori oleh adanya gerakan perlawanan mahasiswa.

Masa selama studi di kampus merupakan sarana penempaan diri yang telah merubah pikiran, sikap, dan persepsi mereka dalam merumuskan kembali masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Kemandegan suatu ideologi dalam memecahkan masalah yang terjadi merangsang mahasiswa untuk mencari alternatif ideologi lain yang secara empiris dianggap berhasil. Maka tak jarang, kajian-kajian kritis yang kerap dilakukan lewat pengujian terhadap pendekatan ideologi atau metodologis tertentu yang diminati. Tatkala, mereka menemukan kebijakan publik yang dilansir penguasa tidak sepenuhnya akomodatif dengan keinginan rakyat kebanyakan, bagi mahasiswa yang committed dengan mata hatinya, mereka akan merasa "terpanggil" sehingga terangsang untuk bergerak.

Masa Penjajahan Belanda

Murid-murid STOVIA mencoba memulai gerakan dengan mendirikan Trikoro Dharmo di tahun 1915. Gerakkannya bukan dalam kerangka konsep mahasiswa tetapi pemuda, dan juga belum memiliki konsep nasionalisme yang jelas (kedaerahan) atau tujuannya: Djawa Raya. Dalam hal ini jelas bahwa walaupun konsep tentang mahasiswa, nasionalisme ataupun keadilan sosial sudah bisa masuk ke tanah jajahan Hindia Belanda, namun pada konteks jamannya semua idealisme konsep-konsep tersebut belum bisa dirumuskan dan terwujud sebagai artikulator problem-problem konkrit masyarakat pada waktu itu ; Kolonialisme, kapitalisme dan sisa-sisa feodalisme. Dan yang lebih parah: belum bisa menggerakkan massanya sesuai dengan artikulasinya tersebut.

Masa Penjajahan Jepang

Semua organisasi pemuda yang ada di bubarkan, dan pemuda di masukkan kedalam, yang utama Seinendan-Keibondan (Barisan Pelopor) dan Pembela Tanah Air (PETA) untuk dididik politik dan kegiatan-kegiatan menunjang fasisme: latihan militer untuk membela kepentingan ekonomi-politik Asia Timur Raya

Masa Kemerdekaan 1945-1950

Suatu momentum yang tidak disia-siakan oleh gerakan pemuda dan pelajar: selain mereka melucuti senjata Jepang, juga memunculkan kembali organisasi-organisasi mereka, misalnya Angkatan Pemoeda Indonesia (API), Pemuda Repoeblik Indonesia (PRI), Gerakan Pemoeda Repoeblik Indonesia (GERPRI), Ikatan peladjar Indonesia (IPI), Pemoeda Poetri Indonesia (PPI dan lain-lainnya).
Organisasi-organisasi seperti Perhimpoenan Mahasiswa Djakarta (PMD), Perhimpoenan Mahasiswa Katholik Jogja (PMJ), Sarekat Mahasiswa Indonesia (SMI), Perhimpoenan Mahasiswa Islam (HMI), Perhimpoenan Mahasiswa Kedokteran Hewan (PMKH), Perhimpoenan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKRI) dan Persatoean Peladjar Pergoeroean Tinggie Malang (PPPM) setuju membentuk Perserikatan Perhimpoenan-perhimpoenan Mahasiswa Indonesia (PPMI) dan Badan Koordinasi Mahasiswa Indonesia (BKMI) yang khusus berada di daerah pendudukan Belanda. Dalam perjalanannya, keberadaan BKMI, yang dikatakan kolaborator, menimbulkan pro dan kontra republik. Pertentangan ini dapat diselesaikan setelah elemen-elemen pro republik mengadakan infiltrasi ke badan eksekutif organisasi-organisasi mahasiswa yang berafiliasi ke BKMI. Kongres Pemoeda Seloeroeh Indonesia pada 8-14 juni 1950 berhasil membentuk Front Pemoeda Indonesia (FPI) dan hanya mengakui PPMI sebagai federasi mahasiswa universitas
1950-AN DAN SELANJUTNYA
Periode demokrasi liberal, diawal tahun 1950-an, yang oleh beberapa sejarawan dikatakan memberi dampak positif bila dilihat dari pendewasaan pendidikan politik ternyata tidak berlaku bagi lahan mahasiswa. Pertemuan Madjelis Permoesjawaratan Mahasiswa (MPM) PPMI dalam bulan Desember 1955 di Bogor memutuskan untuk menarik keanggotaannya dari FPI. Dengan demikian jelaslah bahwa keanggotaan PPMI di FPI, yang secara sosiologis dapat memberikan dimensi lingkungan sosial yang lebih luas, dihindari oleh gerakan mahasiswa. Mahasiswa justru melumpuhkan aktifitas politik mereka: membius diri dengan slogan-slogan "Kebebasan Akademik" dan "Kembali Ke Kampus". Mahasiswa jadinya lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan rekreasi, perploncoan, mencari dana untuk aktifitas kedermawanan dan jarang menghadiri pertemuan-pertemuan yang berwatak serius. Hanya segelintir saja mahasiswa yang prihatin atas kemunduran gerakan mahasiswa tersebut.

Dalam masa ini orentasi gerakan mahasiswa sudah mulai membaik dalam menggugat hubungan sosial kapitalisme, kolonialisme, imperialisme, dan sisa-sisa feodalisme, dikalahkan oleh kesiapan militer (yang masuk ke dalam gerakan pemuda, mahasiswa dan partai-partai politik sayap kanan). Bisakah gerakan mahasiswa tersebut disebut gerakan massa? Karena secara teoritis kesiapan gerakan militer sayap kanan hanya dapat dikalahkan oleh mobilisasi massa yang sudah siap, baik kuantitas maupun kualitasnya. Orentasi politik yang baik tanpa tindakan politik yang baik hanyalah merupakan petualangan

Dengan melihat latar belakang sejarah seperti tersebut diatas, kita bisa menyadari bagaimana kondisi sosiologis gerakan pemuda dan mahasiswa pada masa Orde Baru sebelum tahun 80-an. Sebagian besar aktifis tahun '66 pada masanya tidak pernah bersentuhan dengan literatur-literatur kiri (kecuali untuk Soe Hok Gie, pada masa SMP bahan-bahan bacaannya mencerminkan kejujuran/demokrasi intelektual, juga Ahmad Wahib). Dan dalam tindakan politiknya mereka tidak memiliki pengalaman mengorganisir atau bergulat dengan rakyat bawah (grassroot); tindakan politiknya elitis serta pragmatis. Dengan begitu tidak mengejutkan bila, pada masa-masa Orde Baru, mereka terbius oleh mitos bahwa bangsa Indonesia sedang dalam proses pembangunan ekonomi dan politik. Apalagi pada waktu itu masih didukung oleh booming minyak. Sebagian dari mereka masuk kedalam struktur kelembagaan negara, sebagian menjadi pengusaha, sebagian kecil saja dari mereka masuk ke struktur kelembagaan yang secara sosiologis dapat menumbuhkan kembali idealismenya

Buruh tani mahasiswa kaum miskin kota
Bersatu padu rebut demokrasi
Gegap gempita dalam satu suara
Demi satu tugas suci yang mulia
Hari-hari esok adalah milik kita
Terbebasnya masyarakat pekerja
Terbentuknya tatanan masyarakat
Demokrasi seutuhnya
Marilah kawan mari kita kobarkan
Di tangan kita tergenggam arah bangsa
Marilah kawan mari kita pekikkan
Sebuah lagu
Tentang pembebasan
Demokrasi sepenuhnya
Demokrasi sampai mati


Oleh : Mohammad Reza

Sabtu, 14 September 2013

Manusia Mahluk 2 Dimensi

Unknown
Manusia Mahluk 2 Dimensi 
Manusia adalah mahluk yang paling dimuliakan Tuhan dikarenakan manusia dikaruniai akal untuk berpikir sehat, Konsekuensi dari mahluk yang berakal dapat membedakan benar dan salah, baik dan buruk, dapat berkarya, membangun peradaban, beragama dan bersosialisasi. Sekalipun sifat pembeda (differentia) antara hewan dan manusia hanyalah volume otak, akan tetapi sudah cukup kuat untuk diargumentasikan bahwa kekuatan akal sengaja diturunkan Tuhan untuk manusia sebab manusia memegang amanah sebagai khalifatullah fil ardhi (Khalifah dimuka bumi).

Bila kita lihat dari kacamata teologis maka manusia dapat disebut sebagai mahluk dua dimensi. Manusia adalah mahluk yang diberkahi dengan kemampuan transenden, disisi lain manusia adalah mahluk social (homo homini socius). Artinya entitas manusia berada pada dimensi ketuhanan dan dimensi social. Sebagai sebuah entitas yang terdiridari jiwa dan raga, manusia mempunyai kewajiban sesuai dengan kebutuhan unsur-unsurnya sebagai entitas. Sebagai ruh, manusia senantiasa membutuhkan hubungan transedental denan Tuhannya yang merupakan sumber manifestasi manusia. Sebagai sebuah raga, manusia membutuhkan mahluk lain agar manusia tak kesusahan menjalani hidup di dunia ini.

MANUSIA SEBAGAI MAHLUK KETUHANAN

Artinya manusia merupakan manifestasi ketuhanan. Dengan akal yang dikaruniakan Tuhan pada manusia, manusia dapat menerjemahkan realitas eksternal sehinga mencapai kesadaran bahwa dirinya adalah manifestasi dari zat Tuhan sesuai dengan firman Tuhan dalamAs-Sajadah ayat 8-9 : “Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati airyan hina (air mani). Kemudia Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh-Nya…” Sehinga ketika kita mencapain kesadaran ini manusia akhirnya memeluk agama. Dengan agama manusia memiliki pedoman ibadah untuk melaksanakan hubungan transedental yaitu hubungan antara mahluk sebgai ciptaan dan Tuhan sebagai pencipta.

Melalui hubungan vertical manusia dan Tuhan tersebutlah manusia telah mengkomunikasikan jiwanya dengan Sang Pemilik jiwanya. Maka tidak mengeherankan lagi bila kita merasakan ketenangan sebagai buah dari kebahagiaan spiritual sesudah melaksanakan ibadah kepada Sang Pencipta. “Sungguh bahagialah orang-orang mukmin yang khusyu’ dalam shalatnya” (Al-Mu’minuun ayat 1-2)
MANUSIA SEBAGAI MAHLUK SOSIAL

Aristoteles, bapak filsafat kita telah mengatakan sebelumnya bahwa manusia merupakan zoon politicon artinya manusia senantiasa membutuhkna mahluk lain untuk hidup sehingga manusia dapat dikatakan sebaai mahluk social (homo homini socius). Manusia tidak dapat bertahan hidup sendirian. Mereka senantiasa membutuhkan manusia lain untuk mengeternalisasikan dan menginternalisasikan eksistensinya. Manusia butuh cinta, kasih sayang, persahabatan dan penghargaan yang hanya bisa dia dapat pada dunia social untuk menghindari depresi. Manusia merupakan mahluk komunalistik yang merupakan fitrahnya.Sehingga sikap yang individualistic merupakan pengingkaran terhadap kodrat.

Sebagai mahluk social manusia senantiasa melengkapi kebutuhannya dengan bantuan mahluk lain. Akan tetapi sebagai mahluk yang berpikir dan dikaruniai rasa malu, manusiapun terikat terikat oleh norma-norma yang berdiri diantara manusia dan manusia lainnya, Mereka senantiasa bersosialisasi tanpa mengingkari norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan dan norma hukum yang ada. Sesuai dengan hadits nabi: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budi luhur manusia.” Manusia senantiasa mengedepankan kebaikan yang telah diisyaratkan oleh hukum-hukum yang dipasung agama dan sosial karena konsekuensi lain dari mahluk sosial (homo homini socius) adalah mahluk yang senantiasa berkonflik (homo homini lupus). Untuk meredam konflik perlu ditegakkan norma agama sehinga tidak mengacaukan interaksi sosial.

Berawal dari hubungan transeden antara manusia dan Tuhan, manusia kemudian turun ke wilayah masyarakat untuk menegakkan nilai Ketuhanan (Tauhid) hinga terciptanya keluhuran budi manusia. Gerakan shalat adalah salah satu isyarat bagi kaum yang berpikir. Shalat diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam yan bila kita tafsirkan maka akan disadari bahwa pintu masuk menuju dunia sosial adalah melalui dimensi ketuhanan (takbir).

Tyo Mokoagow