Rabu, 30 Oktober 2013

Revitalisasi Nilai-Nilai Sumpah Pemuda 1928 Dalam Rangka Mewujudkan Cita-Cita Bangsa



Revitalisasi Nilai-Nilai Sumpah Pemuda 1928 Dalam Rangka Mewujudkan Cita-Cita Bangsa 

Dinamika sosial yang terjadi pada konteks kebangsaan sejak periode pra-kemerdekaan di Indonesia, tidak akan bisa dipisahkan dari peran pemuda sebagai kontributor utama pada setiap episode perubahan sosial. Pemuda senantiasa hadir dan menjadi bagian pada peristiwa-peristiwa monumental dalam sejarah Indonesia seperti kebangkitan nasional Boedi Oetomo 1908, soempah pemoeda 1928, proklamasi 1945, dan reformasi pada tahun 1998. Pemuda tidak pernah terlepas dari peran mereka yang begitu idealistik dalam agenda-agenda sosial.

Barangkali peristiwa yang paling tepat untuk dijadikan titik awal pemuda mendapatkan predikatnya sebagai aktor utama dalam sejarah adalah peristiwa Soempah Pemoeda yang terjadi pada tanggal 28 Oktober tahun 1928. Momentum tersebut merupakan momentum yang paling penting dalam usaha Indonesia menyambut kemerdekaan. Hasil deklarasi pemuda tersebut kemudian melahirkan ikrar luhur, yang berbunyi:

1.       Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah air satu, tanah air Indonesia.
2.       Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.
3.       Kami putra dan putri Indoensia, menjunjung bahasa persatuan, basa Indonesia.
Pemuda dan Tantangan Zaman

Pada era dimana individualisme menjamur yang kemudian melahirkan sekulerisasi, mayoritas pemuda Indonesia kemudian tenggelam dalam arus hedonisme yang begitu memabukkan. Pemuda kemudian terlena hingga kehilangan semangat kebangsaan mereka. Bisa dikatakan bahwa generasi muda Indonesia hari ini adalah generasi “alzhemeir”, generasi yang lupa pada sejarah mereka sendiri, sejarah yang dituliskan menggunakan pena dengan tinta darah para pemuda masa lalu.

Pemuda telah menampakkan sikap apatis terhadap persoalan-persoalan bangsa hari ini. Yang kemudian dimanfaatkan oleh segelintir kelompok yang berlindung dibelakang nama demokrasi semata-mata demi tujuan pribadi mereka. Pada akhirnya kita menyaksikan tepat di depan mata kepala kita sendiri bagaimana pendidikan dikesampingkan, identitas budaya masyarakat dikebiri, hukum dijadikan permainan oleh para elitis, dan saat alam Indonesia secara terang-terangan dieksploitasi secara massal. Permasalah yang terjadi adalah ketika pemuda diam terpaku menonton praktek kolonialisasi seakan-akan dengan sukarela menerima untuk dijajah. 

PERMASALAHAN BANGSA

Dari aspek kesejahteraan sosial, rasanya semua akan sepakat bahwa Indonesia mengalami banyak masalah mendasar di bidang ekonomi. Bila digunakan pendekatan jumlah keluarga yang masih layak untuk mendapatkan raskin (beras untuk orang miskin) sebanyak 19,2 juta keluarga. Maka dengan rata-Rata anggota keluarga 4 orang, paling tidak saat ini jumlah masyarakat miskin minimal 40 juta orang dengan batasan pengeluarn Rp. 200.262 per orang per bulan, atau Rp. 6.675 per orang per hari. Dengan kata lain, bila digunakan indikator USD 2 per orang per hari, jumlah masyarakat miskin Indonesia akan jauh lebih besar. 

Tingkat kesejahteraan yang sangat rendah ini menjadikan Indonesia mengalami ketertinggalan dari negara-negara lain. Indikator Human Development Indeks (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IDP) menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling tertinggal di antara negara-negara ASEAN.

Selain dari aspek kesejahteraan tadi, dari segi pendidikan Indonesia masih sangat tertinggal. Pendidikan formal Indonesia satu dibandingkan dengan pendidikan luar negeri selalu berada di urutan bawah. Sebagaimana data-data yang tersebar di banyak media, jika dibandingkan dengan negara-negara yang sedang berkembang, utamanya negara-negara ASEAN, kualitas pendidikan Indonesia masih sangat tertinggal jauh. Survei Political and Economic Risk (PERC) menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Pada survei tahun 2007 oleh World Competitiveness Year Book memaparkan bahwa daya saing pendidikan Indonesia berada pada urutan 53 dari 55 negara yang disurvei. Di samping itu, pada survei pada 2009 menghasilkan bahwa tingkat melek huruf penduduk di Indonesia mencapai 99,47 persen.

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu: Rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, serta mahalnya biaya pendidikan.

Permasalahan nasional selanjutnya adalah permasalahan budaya. Efek dari pusaran globalisasi yang begitu deras membuat masyarakat Indonesia kita menerima pengaruh globalisasi tanpa memilah-milah terlebih dahulu. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwasanya masyarakat Indonesia telah mengalami degradasi moral yang begitu akut. Budaya yang merupakan identitas nasional mulai terkikis dan berujung pada hilangnya penghayatan terhadap tradisi nenek moyang kita.

Hasil suatu survey menunjukan bahwa bahasa daerah asli Indonesia telah berkurang sebanyak 30% dari 745 bahasa daerah dalam 20 tahun terakhir. Data ini mengindikasikan bahwa identitas budaya nasional perlahan-lahan akan memudar dan menjelma ke identitas baru yang disebut budaya konsumerisme dan budaya hedonisme. Merupakan renungan tersendiri bagi para pemuda yang telah menghianati ikrar mereka pada peristiwa sumpah pemuda, bahwasanya mereka mengakui bahwa berbahasa persatuan adalah bahasa Indonesia akan tetapi hanya diam saja ketika bahasa daerah Indonesia beranjak musnah.

Aspek kesejahteraan, pendidikan dan kemerosotan budaya inipun berbanding lurus dengan kebobrokan hukum di Indonesia. Sebuah data statistik menunjukan bahwa Indonesia menempati peringkat ke 118 negara terkorup di dunia . Indonesia Corruption Watch (ICW) mencoba menganalisis berbagai data penyidikan korupsi. Alhasil, ternyata sebanyak 285 kasus korupsi di Indonesia sudah merugikan negara sebesar Rp 1,22 triliun yang terjadi hanya dalam satu semester . Ironisnya, sektor infrastruktur yang sedang didorong pemerintah malah menduduki posisi teratas tindak korupsinya.
               
Selain korupsi di jajaran birokrasi, permasalahn hukum yang juga melanda Indonesia meliputi kolonialisasi secara massal terhadap alam Indonesia oleh bangsa asing. Katakanlah salah satunya kasus freeport di Papua yang secara terang-terangan mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia secara besar-besaran yang kemudian berujung pada merosotnya kesejahteraan sosial. Fenomena yang memperlihatkan wajah oportunis para birokrat negara.

Ironisnya pelaku kekacauan ini bukanlah bangsa asing melainkan bangsa Indonesia sendiri. Benarlah yang pernah dinubuatkan oleh founding fathers kita, presiden Soekarno. Beliau mengatakan bahwasanya “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”.

REVITALISASI NILAI-NILAI SUMPAH PEMUDA DALAM MASALAH BANGSA

Menyadari bahwasanya pemuda pada zaman ini telah mengalami kemunduran baik dibidang intelektual, kreativitas dan pergerakan, sehingga pada momentum yang berharga ini, pada tanggal 28 Oktober tahun 2013, perlu kiranya diadakan upaya penyadaran kembali mengenai semangat kepemudaan yang sepertinya tertidur dalam alam bawah sadar pemuda Indonesia. Revitalisasi nilai-nilai sumpah pemuda adalah konklusi dari permasalah generasi ini. Sebagai generasi muda, kita harus berani mengklaim bahwa semangat zaman (zeitgeist) hari ini, adalah milik pemuda Indonesia.

Spirit sumpah pemuda jangan hanya dijadikan hiasan sejarah yang menunggu usang hingga akhirnya tidak memberi makna apapun kini ataupun besok. Cita-cita pemuda di masa lalu adalah adalah warisan yang harus harus digenggam hari ini. Nilai-nilai sumpah pemuda tidak boleh dipandang sebagai nilai yang statis tapi sebagai nilai yang dinamis dan dialektis. Dalam artian, semangat dari nilai sumpah pemuda tidak berakhir ketika Indonesia mendeklarasikan medeka pada 17 Agustus 1945 saja, akan tetapi semangat itu harus senantiasa kita bawa pasca-kemerdekaan. Reaktualisasi nilai-nilai sumpah pemuda harus bersifat dinamis mengingat tantangan zaman yang begitu kuat dihadapan kita.

Predikat agent of changes yang diamanatkan oleh bangsa dari generasi masu lalu adalah sebuah permata tanggung jawab yang harus diamalkan. Pemuda harus senantiasa berasa di barisan paling depan dalam mengawal perubahan sosial yang meliputi aspek-aspek sosial, pendidikan, budaya dan hukum di Indonesia. Sebab perubahan sosial adalah fenomena, dan motor yang menggerakkannya adalah pemuda.

Pemuda sebagai aktor sejarah, yang dengan berani mengklaim bahwa sejarah adalah milik mereka, berkewajiban untuk melaksanakan cita-cita bangsa dengan menuntut:
1.     Pemberantasan kemiskinan dan perbaikan ekonomi nasional.
2.     Pemerataan kualitas pendidikan.
3.     Pengokohan budaya sebagai identitas nasional.
4.     Supremasi hukum yang seadil-adilnya.
5.     Nasionalisasi aset negara.

Akhirnya, setiap pemuda Indonesia harus memilki sikap dalam dirinya untuk memajukan negaranya seperti yang di ungkapkan oleh Jhon F. Kennedy yaitu, “ask not what your country can do for you. But ask what you can do for your country” yang bermakna jangan tanya apa yang tanah airmu dapat memberikan kepada mu tetapi tanyakanlah apa yang dapat berikan kepada tanah air mu, sedangkan bung karno berpesan kepada kaum pemuda,beri aku 1.000 orang tua, akan aku cabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 orang pemuda, akan aku goncangkan dunia” (Ir. Soekarno)

Unknown

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar